Swaranusa7. com-Jika kebahagiaan tidak pernah akan lebih indah ketika hanya dinikmati sendiri, apalagi dalam bidang pekerjaan dan perjuangan, pasti akan lebih asyik dan menyenangkan, bila dilakukan bersama dengan penuh keriangan dan keikhlasan, tanpa ingin untuk tampil sendiri — one man show — seperti penyakit yang banyak menjangkiti para kaum pergerakan yang selalu mengklaim dirinya paling demokratis. Sementara sikap dan perilakunya selalu memendam sifat otoriter dan sangat ambisius dan egoistik.
Kebersamaan itu tak hanya diperlukan saat berjuang, tapi juga ketika menikmati suatu berkah yang menggembirakan. Sehingga kebahagiaan pun dapat terbagi secara merata — tidak dinikmati sendiri — meski diantaranya tak sebahagia yang kira rasakan. Sebab di dalam kebersamaan itu ada nilai-nilai yang sakral penuh nuansa spiritual, setidaknya dalam wujud kesetiaan, solidaritas dan empati yang acap terbakar dalam membangun ikatan kebersamaan untuk saling menjaga nilai-nilai kesetiaan — komitmen — yang kuat dan teruji.
Oleh karena itu, penghargaan pun patut diberikan tanpa pamrih — penuh ketulusan dan ikhlas — untuk menandai komitmen kesetiaan untuk saling menjaga dan mendukung guna mencapai tujuan dan kesuksesan yang kelak akan dinikmati bersama juga. Kendati porsinya tidak harus sama seperti makna dari keadilan yang setara dengan apa yang telah diperankan oleh masing-masing pihak sesuai dengan porsi dan kemampuan yang bersangkutan.
Jadi nilai-nilai luhur dalam kebersamaan itu hanya mungkin menemukan impul-impul kesetiaan dari komitmen yang tidak tertulis, karena semuanya akan selalu diuji oleh sang waktu yang akan terus menerus berjalan dan berproses, bergulir mencari muara untuk berbaur dalam deru ombak dan badai pengujian yang tidak pernah mereda. Maka itu, kesetiaan dan komitmen menjadi wujud nyata yang sangat mahal harganya, karena memang tidak dapat diperoleh — untuk kemudian dinikmati semacam anugrah yang langka.
Masalahnya yang rumit, mampukah komitmen dan kesetiaan yang tidak tertulis itu dapat dijaga seperti pusaka keramat agar tidak sampai menimbulkan tulah atau azab seperti bumerang yang menyerang balik diri sendiri ?
Agaknya, karena itulah perilaku khianat menjadi sangat terkutuk hingga perlu didengar oleh segenap penghuni langit, sebab semua kuasa penghuni bumi sudah tidak lagi dapat dipercaya seperti koruptor yang ditangani oleh para maling, hingga pengadilan menjadi pasar transaksi jual beli hukum layak di pasar yang berbaur dengan para tengkorak, serta para penyelundup maupun rentenir yang tidak perduli dengan dera dan derita yang dikeluhkan rakyat.
Agaknya, begitulah komitmen dan kesetiaan kita terus teruji oleh ego dan ambisi yang tidak terkendali, karena selalu mementingkan diri sendiri, tanpa pernah menakar kepentingan serta keperluan orang lain.
Banten, 5 Agustus 2025/Swn7.c)