Guru adalah penyemai benih di ladang peradaban. Pemaknaannya yang mendalam dan luas seakan tak berujung. Penyemaian benih sebagai kata ucap untuk mengungkap sifat yang bijak, penuh dengan kesadaran serta tanggung jawab. Karena siswa — sang penerima — bagaikan biji- bijian dari hidup dan kehidupan yang akan terus bertumbuh dan berkembang serta berbuah bagi hidup dan kehidupan pada masa depan yang lebih baik dan sempurna bersama harmoni jagat. Bukan saja bertubuh serta berkembang dengan putik-putik harapan kegembiraan, sebab nuraninya pun terus berkecambah dalam cawan intelektual dan spiritual yang membuat hidup menjadi lahap mencerna berbagai menu kehidupan agar tidak membosankan. Spiritual pun menjaga nilai-nilai kemuliaan manusia yang luhur dalam dimensi ilahiah. Ketajaman nurani pun mampu menghunjam serta menghadirkan warna karakter yang berwatak, berbudi bawa laksana langit jingga meretas kecerdasan di cakrawala pesantren, padepokan hingga kampus yang sanggup memelihara langit cerah yang menebar cahaya menembus kelam.
Demikian ungkap Sri Eko Sriyanto Galgendu, Pemimpin Spiritual Nusantara yang telah merampungkan puasa pala selama 20 tahun lebih yang berakhir pada tahun ini. Sehingga makna berakhir dapat dipahami sebagai pertanda langkah baru memasuki dimensi waktu yang lain.
Kebebasannya seusai berbuka puasa pala seperti terlepas dari rambu-rabu pembatas, sehingga makna kebebasan dari kewajiban serta larangan terkulai sujud, membuka jalan tembus dalam beragam aktivitas, sehingga usaha rumah makan yang dulu berjalan berdasarkan bisikan nurani, sekarang dia kembangkan untuk menjadi sumber inspirasi — tak hanya bernilai ekonomi, tapi juga sosial, budaya dan laku spiritual yang tidak banyak dijamah oleh banyak orang.
Akses ekonomi baginya yang semakin terbuka — memelopori kawasan kuliner malam bersuasana spiritual — kini telah dimulai untuk mendukung obyek ziarah spiritual dari terowongan silaturahmi yang menghubungkan Masjid Agung Istiqlal dengan Katedral di Jakarta Pusat.
Kawasan kuliner malam di jalan Ir. H. Juanda, Jakarta ini masuk dalam zona lingkaran satu Istana Negara Jakarta. Hingga layak diunggulkan menjadi pendukung utama Ibu Kota Jakarta menjadi pusat bisnis bertarap internasional.
Sebagai bagian dari sumber ekonomi, merintis edukasi usaha kecil menengah bagi masyarakat, merupakan bagian yang tidak terpisah dalam motivasi gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual yang sangat diyakini akan segera muncul dan bergerak dari bumi nusantara. Karenanya, Indonesia akan segera menjadi pusat peradaban dunia, sehingga arus ziarah spiritual, kajian dan pengembangan beragam budaya dunia — dari Timur hingga Barat, sampai Utara dan Selatan, bertaut di Nusantara, seperti induk semang yang mengasuh bumi untuk dibangunkan jembatan menuju langit.
Berbagai agenda acara pun terus dipersiapkan, setidaknya atas biaya swadaya sendiri sedang dipersiapkan kunjungan muhibbah ke berbagai negara untuk mempererat jalinan persaudaraan dalam ikatan spiritual sekaligus untuk meyakinkan pertemuan persaudaraan spiritual internasional yang diharap dapat dilaksanakan secara berantai di tiga kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Yogyakarta dan Bali. Sementara itu, GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) terus mematangkan perencanaan Pendopo Agung yang akan menjadi pusat kegiatan kajian dan pengembangan spiritual dunia yang berada di Indonesia.
Semua program besar GMRI ini sungguh memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karenanya konsentrasi pada bidang usaha ekonomi terus dikembangkan. Setidaknya dari empat outlet yang sudah ada sekarang akan terus bertambah beberapa outlet berikutnya dalam waktu dekat, ujar Sri Eko Sriyanto Galgendu dalam berbagai kesempatan pertemuan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda.
Program besar dalam bentuk pertemuan persaudaraan antara bangsa-bangsa dari berbagai negara itu ujarnya terbingkai dalam ikatan budaya, agama dan gerakan spiritual untuk segers dilaksanakan dalam dekat seperti di tiga kota besar Indonesia, tersebut diatas. Sehingga upayanya untuk mendorong Candi Borobudur menjadi pusat wisata ziarah spiritual dunia pun dapat segera terwujud. Karena Indonesia memang sangat memungkin sebab memiliki ragam kekayaan warisan budaya yang diakui Perserikatan Bangsa-bangsa seperti Candi Muara Takus di Sumatra yang pernah menjadi pusat peradaban dunia pada beberapa abad silam saat Kerajaan Sriwijaya berjaya
Siklus perubahan setiap tujuh abad yang ke empat sekarang ini sangat dia yakin akan dimulai dari bumi nusantara — yang telah disepakati menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia secara legal formal pada tahun 1945. Dan kebesaran dari warisan suku bangsa Nusantara, tidak hanya sebatas geografis, tetapi juga filosofis dan historis dengan kearifan lokal dari tradisi suku bangsa nusantara yang sungguh sangat beragam hingga bisa dirumuskan dalam satu kalimat yang bijak, yakni Bhineka Tunggal Ika, jelas merupakan cerminan dari kekayaan — dalam arti banyak hal — yang tidak terhingga jumlah, ragam serta warna-warninya semacam pelangi yang memberi isyarat dari langit yang penuh nuansa religiusitas bangsa Indonesia yang tiada taranya di dunia.
Dan sosok seorang guru — bagi sebagian besar suku bangsa Nusantara — sangat dihormati serta dipahami dengan sikap ugahari sebagai cerminan dari sikap rendah hati dari suku bangsa Nusantara yang kemudian disepakati menjadi satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga mulai dari tradisi nyantrik, ngenger terus diperlaju lewat tradisi pesantren serta perguruan bela diri dalam berbagai ragam dan jenisnya hingga olah batin yang lebih khusus dan serius yang juga acap disebut olah kanuragan jelas sepenuhnya menggunakan kekuatan batin. Karena tanpa sentuhan fisik mampu untuk mendayagunakan kekuatan batin yang sudah terlatih itu bisa menumbangkan musuh dari dapat dilakukan dari jarak jauh. Bahkan, tidak sedikit diantaranya kemampuan para leluhur suku bangsa nusantara dahulu yang mampu dan dapat mendayagunakan kekuatan hanya dengan melafazkan mantra saja.
Artinya, kekayaan ilmu serta pengetahuan suku bangsa nusantara — yang bermula dari filosofis guru — sesungguhnya telah jauh melampaui lompatan intelektualitas manusia yang baru berkembang beberapa abad kemudian, setelah ilmu dan pengetahuan tentang spiritualitas, ilmu gaib atau ilmu kain yang berbasis pada batin sudah dimiliki dan menjadi bagian dari keragaman kedigdayaan leluhur bangsa Nusantara. Semua itu masih acap dapat disaksikan dalam praktek sehari-hari dari suku bangsa nusantara dalam wujud ilmu kanuragan. Debus, atau semacam permainan “bambu gila” yang juga masih ada dan masih acap dimainkan sampai sekarang.
Begitulah keindahan Ilmu Meguru Kanuragan Yang Menghias Keindahan Nuansa Spiritualitas Bangsa Nusantara yang jaya, beragam bahasa dan agama beraneka warna budaya warisan leluhur, mulai dari candi hingga perahu Phinisi sampai pertunjukan Debus dan “Bambu Gila” yang tak terjangkau akal dan intelektualitas, karena hanya dapat dipahami melalui kecerdasan spiritualitas.
Banten, 27 November 2024/Swn7.c-